Kota Bangkinang yang kini sebagai Ibukota Kabupaten Kampar berasal-muasal dari kedangkalan laut sebagai tempat berlabuhnya kapal pedagang pada zaman Kerajaan Sriwijaya. Salah satu bukti adalah banyaknya temuan masyarakat akhir-akhir ini. Misalnya saja, saat membuat sumur bor atau sumur biasa di kedalaman 6-8 meter, banyak ditemukan tumpukan kayu balak ditambah lagi dengan cerita orang tua serta peneliti dan penggali sejarah baik dari luar maupun dalam negeri, terutama warga Minang yang sukunya Koto.
Salah seorang warga Minang sebagai tokoh adat dalam Pasukuan Koto Datuak Kandang Dalam menerangkan kepada wartawan bahwa kehadiran Kota Bangkinang itu adalah akibat kedangkalan laut yang lebarnya lebih kurang 8 km, yang memisah misahkan beberapa desa yang nama pangkalnya Koto serta menjadi pelabuhan Kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Candi Muara Takus.
Menurut sumber, sebenarnya Kerajaan Sriwijaya yang dalam sejarah letaknya di Palembang itu hanya menurut pikiran ahli sejarah saja. Karena setahu dia, Candi Muara Takus yang terletak di XIII Koto Kampar adalah tempat berkantor dan tinggal Raja Sriwijaya beserta pengikutnya. ”Kita akui secara kasat mata, kita tak yakin Sriwijaya di Sumatera Tengah. Tapi kalau kita gali secara ilmiah benar bahwa Candi Muara Takus adalah istana Rraja Sriwijaya,” tuturnya.
Berkaitan hubungan Kampar dengan Minangkabau, menurut dia hal itu juga tidak bisa dipisahkan karena keduanya mempunyai pertalian darah. Karena dalam suatu upacara yang menyangkut sejarah, niniak mamak keduanya tidak bisa dipisahkan. Kalau mereka tidak hadir akan menimbulkan petaka bagi daerah yang melaksanakan kegiatan.
Peneliti sejarah yang sekaligus penggali sejarah Kampar, Latif mengungkapkan kepada wartawan bahwa di Kampar cukup banyak sejarah yang harus dibangkitkan seperti Candi Muara takus, Mesjid Jamiak yang ukuran kecil terbuat dari kayu serta tonggaknya yang berjumlah sesuai dengan jumlah desanya yang ada di wilayah itu.
Latif juga memaparkan bahwa Kerajaan Sriwijaya berpusat di daerah Kampar yang dahulunya Provinsi Sumatera Tengah. Ketidakyakinan orang tentang ini itu sah-sah saja karena secara logika memang tidak mungkin Kerajaan Sriwijaya berpusat di Kampar. Akan tetapi berdasarkan analisa para ahli dan penggali sejarah international banyak yang mengatakan bahwa XIII Koto Kampar adalah ibu kota Kerajaan Sriwijaya karena dalam galian sejarah yang mereka dapatkan istana raja Kerajaan Sriwijaya adalah di Candi Muara Takus yang terletak di Kabupaten Kampar, Riau.
Sementara menurut beberapa ahli sejarah, kita ini melihat secara kasat mata pusat Kerajaan Sriwijaya di Sumatera selatan karena daerah ini sangat dekat dengan laut. ”Itu kita akui, tapi dari peniliti sejarah luar negeri dan di Mesium luar Negeri menunjukkan bahwa Kerajaan Sriwijaya berpusat di Sumatera tengah persisnya di Desa XIII Koto Kampar,” ujarnya.
Bupati Kampar Burhanudin Husin dalam suatu kesempatan menyebut jika ada kesimpangsiuran sejarah tentang hubungan Kerajaan Sriwijaya dengan Candi Muara Takus. Namun kini hampir terjawab. Oleh karena itu, saya sebagai putra daerah ingin membuka kembali tentang sejarah daerah ini agar nanti bisa dijadikan tempat pariwisata,” ujar bupati.